Welcome! سلام

“jika langit adalah
lembaran kertas dan lembayung senja adalah tinta emas,
maka semoga tinta itu akan menuliskan semburat
yang tersembunyi diantara arak-arakan awan kepada langit,
agar dia mampu meng'ejanya








Sabtu, 07 April 2012

Episode Penutup



                                                ♥☆˚◦☀°•˚◦♥..♥☆˚◦☀°•˚◦♥--♥◦˚•°☀◦˚☆ ♥

Hati mana yang tak 'kan perih, Nadiyah
bila semua kejadian yang berlalu di depan mu
adalah serangkaian episode penutup.

Ya, semua serba terakhir,Nadiyah
Seperti apa yang menimpaku kini.
Ini mungkin kali terakhirnya aku duduk di kamar ini.
Catatan ini juga catatan terakhirku buat mu.

Di luar ada hujan badai,Nadiyah.
Suaranya menderu-deru menjemput senduku di kamar ini.
Bumi seperti ikut menangis bersamaku.
Kota ini seolah memberontak melepaskanku pergi
menuju negeri tempat di mana aku dibesarkan.

Dek, dari hujan itu aku bisa mencium aroma basah.
Dulu sekali, Nadiyah, saat aku masih di Jakarta,
setiap kali hujan datang, aroma basah itu selalu menyapaku.
Dari situ aku bisa mencium sejumput aroma penderitaan.
Aroma basah yang mewakili sakit hidup bocah-bocah cilik
yang basah kuyup sambil menjajakan payung.
Pada rintik hujan itu ada pula kuyup derita
Mbok-mbok jamu gendongan
di gang-gang sempit kota.
Hujan juga sering membuat warga kota mengumpat.
Sebab, segera akan ada banjir di mana-mana.

Tapi di sini, di kota tempat aku menunggumu,
hujan itu justru jadi melankoli.
Semakin ia menderas, semakin meringsek rasa
syahdu itu ke dalam urat nadiku.
Ia membasah hingga ke bola mata.
Basah itu basah damai.

Kau jangan seperti aku,Nadiyah.
Kau tak usah menangis.
Sebab tangismu itu tak akan mengubah jalan cerita.

Apa hendak dikata, sayang.
Hujan itu sudah mengantarkanku
ke gerbang hati yang meradang.
Dan inilah kali terakhir aku menangis di kamar ini,Nadiyah.

Sungguh……..Bukan keranamu,
bukan kerana apa-apa tapi kerana aku ingin
memberi makna pada setiap akhir cerita.
Dari hujan itu aku belajar banyak hal, sayang.

Satu yang terpenting,
hujan ternyata juga mengenal ritme.
Ia suka memberikan kejutan.

Iya, kejutan,Nadiyah.
Kejutan seperti saat aku mengejutkanmu
dengan kado merah jambu berisi replika puteri berkuda unicorn.
Tanduk kuda itu putih seputih hatiku buatmu, sayang.
Kejutan kecil pada suatu sore nan indah.
Kau masih ingat 'kan?

Jangan sampai kau lupa,Nadiyah.
Sebab itulah yang terakhir kalinya aku memberimu kejutan.
Oleh kerananya, sambut gundahku dengan hangat cintamu sayang.
Ini kerana semua sudah jadi serba yang terakhir,Nadiyah.
Seperti terakhirnya aku menempa rindu buatmu.
Rindu yang menggelosoh itu hendak ku jemput dan
ku tata rapi di dinding hati.

Lewat hujan itu,….
jangan lupa bungkuskan buatku keberanian
untuk menyambut yang serba terakhir ini.
Dari basah hujan itu,…..
kau juga bisa memercikkan semangat buatku, sayang.
Tekad bahwa suatu hari nanti aku akan kembali ke kota ini,
menjemputmu……….
Ya, semua serba terakhir,Nadiyah.
Seperti terakhirnya aku menjadikanmu bidadari hatiku.

..♥☆˚◦☀°•˚◦♥..♥☆˚◦☀°•˚◦♥♥◦˚•°☀◦˚☆ ♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar