Welcome! سلام

“jika langit adalah
lembaran kertas dan lembayung senja adalah tinta emas,
maka semoga tinta itu akan menuliskan semburat
yang tersembunyi diantara arak-arakan awan kepada langit,
agar dia mampu meng'ejanya








Senin, 31 Desember 2012

✈¸,¤´'`°¤,¸✈ .Mereka Musisi Beladiri ✈¸,¤´'`°¤,¸✈ .


Tiga tokoh terkenal ini memiliki kesamaan dalam profesi dan hobi. Mereka sama-sama berprofesi sebagai seniman (aktor film dan musisi) dan sama-sama pehobi beladiri.

Tak lain adalah Elvis Presley, Steven Seagal dan Iwan Fals.
Elvis Presley. Musisi sekaligus aktor film ini menjadi idola dunia di era 60-an. Selain menggilai musik dan menekuni seni peran, Elvis juga memiliki minat besar pada seni beladiri.



Di sela kesibukan show dan syuting, Elvis pun menyempatkan waktu belajar memukul dan menendang di Dojo Karate aliran Shotokan. Tahun 1958 saat mengikuti wajib militer dan ditugaskan di Jerman ia belajar dengan Juergen Seydel, kemudian ketika berlibur di Paris, Perancis ia berlatih dengan Tetsugio Murakami, perintis Karate Shotokan di EropSelain Karate, Elvis juga berguru pada Khang Ree, tokoh Taekwondo di Amerika Serikat. Atas dedikasinya pada seni beladiri, Khang Ree menganugerahinya sabuk hitam kehormatan Taekwondo Dan VII.





Masih belum puas, Elvis melanjutkan hobi beladirinya dengan berlatih beladiri ‘kemasan’ baru, American Kenpo Karate yang diracik sang pendiri, Ed (Edmund) Parker. Tak hanya melatih, salah seorang tokoh beladiri legendaris di Amerika Serikat ini juga kadang menjadi pengawal pribadi sang superstar.

Kemampuan Elvis memukul dan menendang dengan teknik beladiri bisa dilihat pada adegan-adegan perkelahian di film-filmnya. Memang tak sebagus aktor beladiri, namun cukup membantu Elvis dalam mempercantik aktingnya saat adegan berkelahi.




¸,¤°´'`°•.¸¸.•°´'`°¤,¸

Di tanah air, ada Iwan Fals. Seperti halnya Elvis, Iwan juga musisi yang banyak penggemar. Pelantun tembang hits di tahun 80-an, Oemar Bakrie ini termasuk salah seorang legenda hidup di kancah musik Indonesia.

Selain pintar bermain gitar dan mencipta lagu, Iwan juga pandai memainkan jurus beladiri. Sejak muda Iwan berlatih Karate di perguruan Wadokai. Setelah berkeluarga dan mempunyai anak, putra sulung (almarhum) Galang Rambu Anarki juga diikutkan latihan Karate.
Setelah menyandang sabuk hitam, Iwan yang sempat kuliah di publisistik juga melatih Karate di kampusnya. Di lingkungan tempat tinggal, Iwan juga memiliki dojo.

Hingga sekarang, Iwan yang menyandang Dan IV Karate Wadokai di sela kesibukannya bermusik tetap menyempatkan waktu melatih di dojonya dan sesekali ia berlatih di dojo pendiri Wadokai Indonesia, Shihan Taman.







 
¸,¤°´'`°•.¸¸.•°´'`°¤,¸


Kembali ke Amerika Serikat, ada Steven Seagal. Siapa yang tak kenal jago
Aikido Dan VII ini? Film-film awal Steven di era 90-an turut berperan dalam mempromosikan lebih luas Aikido ke berbagai penjuru dunia. Meski ada pro kontra, karena ia lebih banyak menampilkan Aikido keras daripada sisi halusnya di setiap film.
Beberapa tahun terakhir, selain tetap syuting film, Steven Seagal menambah profesi baru sebagai musisi. Hobinya bermain gitar disalurkan lewat beberapa show musik bahkan merilis album. Situs resminya pun sekarang dominan menampilkan Steven Seagal dengan gitarnya.

Inner Power




Sebagai praktisi dari suatu seni beladiri tentunya Kita sering mendengar tentang Ki (dalam seni beladiri Jepang), Chi (dalam seni beladiri China), Prana (dalam seni beladiri India) atau dalam seni beladiri di Indonesia lebih dikenal dengan tenaga dalam. Dalam hal ini penulis menggunakan Ki sebagai hal yang dimaksud.

APA ITU KI?

Ki atau tenaga dalam dalam seni beladiri adalah gabungan pikiran, hati, dan semangat. Seorang praktisi seni beladiri yakin akan adanya kekuatan yang mengalir lewat alam dan hal itu bisa membuka jalan kekuatan ini menjadi selaras dengannya. Ki ini bisa dilatih untuk mencapai keselarasan oleh praktisi beladiri dengan melatih raga dan pikiran hanya memfokuskan pada apa yang sebetulnya penting saat itu. Seorang praktisi seni beladiri harus melatihnya hingga bisa melakukan ini diluar sadar atau ketegangan mental dan praktisi bila merasakan ketegangan mental berarti ada yang kurang dalam Ki.

Bila raga, hati, dan semangat dalam keselarasan ini sudah menyatu pada praktisi seni beladiri maka segala kehidupan yang dijalaninya relatif lebih dikuasai dan orang lain akan merasakan keyakinan yang kuat ini sebagai kehadirian, sebagai kekuatan yang tak terlihat.

KI DITINJAU DARI ILMU PSIKOLOGI

Dalam psikologi orang yang mampu menguasai dirinya dan mengembangkan kepribadian sesuai dengan keinginan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya disebut mencapai aktualisasi diri, yang dalam teori yang dikembangkan oleh Maslow merupakan hirarki tertinggi apa yang harus dicapai oleh manusia. Bila ditinjau dari pembahasan tentang Ki tadi maka aktualisasi diri merupakan Ki tertinggi yang bermanfaat bagi kehidupan.

Tentunya untuk mencapai Ki atau aktualisasi diri kita senantiasa harus mengasahnya dengan belajar dan melatihnya.

Terlepas pengertian Ki yang bersifat kekuatan supranatural, penulis di sini mencoba mengambil pendekatan yang agak filosofi dan ilmiah agar semua praktisi beladiri dapat melatih sehingga dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai hidup yang selaras dan mampu mencapai aktualisasi diri.
Untuk melatih Ki ini kita harus melatih keseimbangan kekuatan dengan melatih dan membentuk empat pilar.

Empat pilar itu adalah:

1. Kejujuran

2. Disiplin

3. Kreativitas

4. Menguasai diri dari rasa takut


KEJUJURAN

Kejujuran merupakan seluruh karakter moral yang harus dijalankan dengan ketulusan, berarti benar terhadap visi dan tujuan anda sendiri.



DISIPLIN

Disiplin adalah belajar dan latihan, orang yang sukses dalam bidang apapun apalagi dalam seni beladiri dan bisa menjadi yang terbaik atau terhebat selalu orang-orang yang membebankan dirinya sendiri dengan disiplin yang lebih keras dari apa saja yang dibebankan oleh orang lain.


KREATIVITAS

Kreativitas, orang selalu terkesan dengan kreativitas, bila kita melakukan sesuatu diluar kebiasaan, terutama sekali jika kita memperlihatkan bahwa kita peduli orang melihatnya. Kreativitas harus menjadi bagian dari kita untuk bertindak.


MENGUASAI DIRI DARI RASA TAKUT

Menguasai diri dari rasa takut, satu-satunya yang harus ditakutkan adalah rasa takut itu sendiri untuk menguasai diri dari rasa takut dengan menghilangkan ketidakpedulian terhadap rasa takut dengan membentuk pilar lain yaitu kejujuran, disiplin, dan kreativitas.


KEKUATAN KESEIMBANGAN

Untuk memancarkan Ki yang baik tentunya seorang praktisi beladiri harus menyeimbangkan antara kejujran, disiplin, kreativitas, dan menguaasai rasa takut secara seimbang dan selaras.


ORANG-ORANG YANG BERHASIL MENCAPAI KI TERTINGGI

Morihei Ueshiba, tokoh Aikido, bekerja keras dan lama sekali untuk menyempurnakan Ki-nya. Di akhir usia tujuhpuluhan, ia sering mendemonstrasikan kebolehannya dengan melawan lima atau enam lawan sekaligus dan selalu dapat mengalahkan lawannya.

Beliau menjelaskan, "Tidak peduli bagaimana cepatya lawan menyerang atau betapa lambatnya saya bertindak, saya tidak bisa dikalahkan, ini bukan berarti teknik saya lebih cepat….. ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kecepatan, saya menang dari awalnya. Begitu pikiran menyerang melintasi pikiran lawan saya, ia sudah kalah tidak peduli bagaimanapun cepatnya menyerang. Saya melihat dengan jelas bahwa gerakan dalam seni beladiri berkobar-kobar bila pusat Ki dikonsentrasikan dalam pikiran dan raga seseorang. Semakin tenang, semakin jelas pikiran saya jadinya. Saya bisa melihat pikiran-pikiran dengan intuitif, termasuk maksud-maksud kekerasan dari orang lain".

Demikian pula dengan tokoh-tokoh karateka legendaris, seperti Yasutsune Anko Itosu yang pada usia 75 tahun masih melakukan pertarungan dan selalu dimenangkannya dan beliau dengan kreativitasnya berhasil menciptakan banyak KATA.

Semua contoh di atas diperoleh dari hasil kejujuran, disiplin, kreativitas dan menguasai diri dari rasa takut. Mereka berhasil mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan keinginannya.


Dapat diambil hikmahnya dari tokoh-tokoh yang mempunayi Ki yang lebih baik adalah mereka tidak pernah menggunakan waktunya menciptakan tingkah yang macam-macam untuk membuat kesan pada orang lain, tapi mengkonsentrasikan pada pembentukan diri sendiri menjadi apa yang ia inginkan.

Tentunya kita bisa belajar pada mereka dengan memfokuskan Ki sebagai sistem nilai kita dengan menyusunnya satu demi satu yaitu apa yang kita peroleh dari pendidikan, penglaman, agama, etika, dan persepsi kita tentang siapa kita dan mau jadi apa kita! Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan kajuan dan bermanfaat. (IGA)

Minggu, 23 Desember 2012

Surat Anak Durhaka Kepada Ibunya


Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga. Shalawat serta salam, hamba yang lemah ini panjatkan keharibaan Rasullah s.a.w yang mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Aamiin…
Ibu… aku terima suratmu yang engkau tulis dengan tetesan air mata dan duka, dan aku telah membacanya, ya aku telah mengejanya kata demi kata… tidak ada satu huruf pun yang aku terlewatkan.
Tahukah engkau, wahai Ibu, bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya’ dan baru selesai membacanya setelah ayam berkokok, fajar telah terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan?! Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah, sekiranya diletakkan ke atas daun yang hijau tentu dia akan kering. Sebenarnyalah surat yang engkau tulis tersebut tidak tersudu oleh itik dan tidak tertelan oleh ayam. Sebenarnyalah bahwa suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan… bagaikan awan kaum Tsamud yang datang berarak yang telah siap dimuntahkan kepadaku…

Ibu… Aku baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti!! Bagaimana tidak, sekiranya surat itu ditulis oleh orang yang bukan ibu dan ditujukan pula bukan kepadaku, layaklah orang mempunyai hati yang keras ketika membaca surat itu menangis sejadi-jadinya.
Bagaimana kiranya yang menulis itu adalah bunda dan surat itu ditujukan untuk diriku sendiri!!
Aku sering membaca kisah dan cerita sedih, tidak terasa bantal yang dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata, aku juga sering menangis melihat tangisnya anak yatim atau menitikkan air mata melihat sengsaranya hidup si miskin. Aku acap kali tersentuh dengan suasana yang haru dan keadaan yang memilukan, bahkan pada binatang sekalipun. Bagaimana pula dengan surat yang ibu tulis itu!? Ratapan yang bukan ibu karang atau sebuah drama yang ibu peranankan?! Akan tetapi dia adalah sebuah kenyataan…
Bunda yang kusayangi…
Sungguh berat cobaanmu… sungguh malang penderitaanmu… semua yang engkau telah sebutkan benar adanya. Aku masih ingat ketika engkau ditinggal ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan wang belanja, jadilah engkau mencari apa yang dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan. Dengan jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yang engkau ambil tersebut sebagai hutang dan hendaklah dicatat dulu. Hutang yang engkau sendiri tidak tahu kapan engkau akan dapat melunasinya.
Ibu… aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yang telah lama engkau jemur dan keringkan, tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dengan segera. Atau aku masih ingat, engkau sengaja mengambilkan air didih dari nasi yang sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam. 
Ibu… maafkanlah anakmu ini, aku tahu bahwa semenjak engkau gadis sebagaimana yang diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua sekarang, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan. Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dengan anak-anakmu. Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu tidak ada kebahagiaan, hari-harimu adalah perjuangan. Semua hidupmu hanya pengorbanan.
  
Ibu… Maafkan aku anakmu ini! Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yang telah engkau puji sifat dan akhlaknya, yang engkau telah sanjung pula suku dan negerinya!!

Engkau katakan ketika itu padaku,
“Ambilah ia sebagai istrimu, gadis yang pemalu yang pandai bergaul, cantik dan berakhlak mulia, punya hasab dan nasab!.”
Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa denganmu. Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku, senyuman dan sapaannya telah membuatku terlena dengan sapaan dan himbauanmu.

Ibu… aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena ia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri, terutama perhatiannya dalam berbakti kepadamu, sudah berapa kali ia memintaku untuk menyediakan waktu untuk menziarahimu. Hari yang lalu ia telah buatkan makanan buatmu, akan tetapi aku tidak punya waktu mengantarkannya, hingga makanan itu telah menjadi basi…
Aku berharap pada permasalahan ini engkau tidak membawa-bawa namanya dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya. Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yang baik, istri yang telah berupaya banyak untuk kebahagiaan rumah tangganya.
Ibu… Ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Sekali lagi maafkan aku! Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku.. anakmu ini!! Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yang kualami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah dan perubahan jiwa ketika aku tidak hanya mengenal dirimu, tapi kini aku telah mengenal satu wanita lagi.
Ibu… perkawinanku membuatku masuk ke dunia baru, dunia yang selama ini tidak pernah kukenal, dunia yang hanya ada aku, istri dan anakku!! Bagaimana tidak, istri yang baik dan anak-anak yang lucu-lucu!!
Maafkan aku Ibu… aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dengan keadaan orang lain, yang penting bagiku adalah keadaan mereka.
Ibu… Maafkan aku, anakmu!! Aku telah lalai… aku telah lupa… aku telah menyia-nyiakanmu!!
Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, dan anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya. Oleh sebab itu dilarang mencintai anak secara berlebihan dan anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya. Itulah yang terjadi pada diriku, wahai Ibu!! Aku seperti orang nanar ketika melihat anakku sakit, aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku dirawat. Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu atau pada ayah!!
Ibu… Sulit aku merasakan perasaanmu!! Kalaulah bukan karena bimbingan agama yang telah lama engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya!! Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayah, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua. Setelah suratmu datang, baru aku mengerti!! Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat yang engkau hadapi selama ini. Sekarang baru aku mengerti, bahwa hari yang sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anaknya telah menikah dengan seorang wanita. Di matanya wanita yang telah mendampingi putranya itu adalah manusia yang paling beruntung.
Bagaimana tidak!!
Dia dapatkan seorang laki-laki yang telah matang pribadi dan matang ekonomi dari seorang ibu yang telah letih membesarkannya. Dengan detak jantungnya ia peroleh kematangan jiwa dan dari wang ibu itu pula ia dapatkan kematangan ekonomi. Sekarang dengan ikhlas dia berikan kepada seorang wanita yang tidak ada hubungannya, kecuali hubungan dua wanita yang saling berebut perhatian seorang laik-laki. Laki-laki sebagai anak dari ibunya dan ia sebagai suami dari istrinya.
Ibuku sayang… Maafkan aku Ibu!!
Ampunkan diriku. Satu tetesan air matamu adalah lautan api bagiku. Janganlah engkau menangis lagi, jangan engkau berduka lagi!! Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka!!
Aku takut Ibu… aku cemas dengan banyaknya dosaku kepada Allah sekarang bertambah pula dengan dosaku terhadapmu. Dengan apa aku ridho Allah, sekiranya engkau tidak meridhoiku. Apa gunanya semua kebaikan sekiranya di matamu aku tidak punya kebaikan!! Bukankah ridho Allah tergantung dengan redhamu dan sebaliknya bukankah kemurkaan Allah tergantung dengan kemurkaanmu!! Tahukah engkau Ibu, seburuk-buruknya diriku, aku masih merasakan takut kepada murka Allah!! Apalah jadinya hidup jika hidup penuh dengan murka dan laknat serta jauh dari berkah dan nikmat.
Kalau akan murka itu pula yang aku peroleh, izinkan aku membwang semua kebahagiaanku selama ini, demi hanya untuk dapat menyeka air matamu! Kalau akan engkau pula murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yang aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau, mau engkau perbuat apa?!

Sungguh aku tidak mau masuk neraka! Seakalipun wahai Bunda. Aku memiliki kekuasaan seluas kekuasaan Firaun, mempunyai kekayaan sebanyak kekayaan Qarun dan mempunyai keahlian setinggi ilmu Haman. Pasti tidak akan aku tukar dengan kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat. Siapa pula yang tahan dengan azab neraka, wahai Bunda!!


Ibu maafkan anakmu!!
Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit!!
Maka, ampun, wahai Ibu!!
Aku angkat seluruh jemariku dan sebelas dengan kepala untuk mohon maaf kepadamu!! Kalaulah itu yang terjadi, do’a itu tersampaikan! Salah ucap pula lisanmu!! Apalah jadinya nanti diriku!! Tentu kebinasaan yang telak. Tentu diriku akan menjadi tunggul yang tumbang disambar petir, apalah gunanya kemegahan sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yang tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula!! Kalaulah do’amu terucap atasku, wahai Ibu!! maka, tidak ada lagi gunanya hidup, tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan. Ibu dalam sejarah anak manusia yang kubaca, tidak ada yang bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasib bagi yang terkena kutuk di akhirat, tentu lebih sengsara.
Ibu… setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku. Suratmu akan kujadikan benda berharga dan kusimpan dengan dengan baik dalam hidupku, setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali, tiap kali aku lengah darimu akan kutalqin diriku dengannya. Akan kusimpan dalam lubuk hatiku sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku. Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai dalam berbakti, lalu sadar dan kembali kepada kebenaran, ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yang seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.

Tua… siapa yang tidak mengalami ketuaan,
wahai Bunda!!
Badanku yang saat ini tegap, rambutku hitam, kulitku kencang, akan datang suatu masa badan yang tegap itu akan ringkih dimakan usia, rambut yang hitam akan dipenuhi uban ditelan oleh masa dan kulit yang kencang itu akan menjadi keriput ditelan oleh zaman. Burung helang yang terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yang tinggi, suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar dan diperebutkan oleh burung kecil lainnya. Singa si raja hutan yang selalu memangsa, jika telah tiba tuanya, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan. Tidak ada kekuasaan yang kekal, tidak ada kekayaan yang abadi, yang tersisa hanya amal baik atau amal buruk yang akan dipertanggungjawabkan.

Ibu, do’akan anakmu ini agar menjadi anak yang berbakti kepadamu di masa banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya. Angkatlah ke langit munajatmu untukku agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akhirat.


Ibu… sesampainya suratku ini, insya Allah, tidak akan ada lagi air mata yang jatuh karena ulah anakmu, setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu, bahagiamu adalah bahagiaku, kesedihanmu adalah kesedihanku, tawamu adalah tawaku dan tangismu adalah tangisku. Aku berjanji untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya dan aku berharap aku dapat membahagiakanmu selama mataku masih berkedip.
Bahagiakanlah dirimu… buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum!!
Ini kami, aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu. Salam hangat dari anakmu.



“inilah balasan surat dari sang anak kepada ibunya,
mengakui semua kesalahan dan meminta ampun kepada sang ibu.”

Keredhaan Ibu adalah keredhaan Allah swt, dan murka Ibu adalah murka Allah swt.

Surat Ibu Kepada Anak Durhaka


Wahai Anakku!
Inilah surat dari ibumu yang lemah, yang ditulis dengan penuh rasa malu setelah lama mengalami keraguan dan kebimbangan. Ibu pegang penanya berkali-kali lantas terhenti, dan ibu letakkan lagi pena itu karena air mata berlinang berkali-kali yang disusul dengan rintihan hati.

Wahai Anakku!
Sesudah perjalanan waktu yang panjang, ibu  rasa engkau sudah dewasa dan memiliki akal sempurna maupun jiwa yang matang. Sedangkan ibu punya hak atas dirimu, maka bacalah sepucuk surat ini; dan jika tidak berkenan robek-robeklah sebagaimana engkau telah merobek-robek hati ibu.

Wahai Anakku!
Dua puluh lima tahun yang lalu adalah hari yang begitu membahagiakan hidup ibu. Ketika dokter memberitahu ibu, ibu sedang mengandung. Semua ibu tentu mengetahui makna ungkapan itu, yakni terhimpunnya kebahagiaan dan kegembiraan, serta awal perjuangan seiring dengan adanya berbagai perubahan fisik maupun psikis. Sesudah berita gembira itu ibu peroleh, dengan senang hati, ibu mengandungmu selama sembilan bulan.

Ibu berdiri, tidur, makan dan bernafas dengan susah payah. Namun itu semua tidak menyebabkan surutnya cinta ibu padamu dan kebahagiaan ibu menyambut kehadiranmu. Bahkan rasa cinta dan kerinduan ibu padamu tumbuh subur dan berkembang hari demi hari. Ibu mengandungmu dalam kondisi yang lemah dan bertambah lemah, payah dan bertambah payah. Ibu sangat bahagia meski bobotmu semakin berat, padahal kehamilan itu sangat berat bagi ibu.

Itulah perjuangan yang akan disusul dengan cahaya fajar kebahagiaan setelah berlalunya malam panjang, yang membuat ibu tidak bisa tidur dan kelopak mata ibu tak bisa terpejam. Ibu merasakan derita yang sangat, rasa takut dan cemas yang tak bisa dilukiskan dengan pena dan tak sanggup diungkapkan dengan retorika lisan. Ibu telah berkali-kali melihat kematian dengan mata kepala ibu sendiri, sehingga akhirnya engkau lahir ke dunia ini. Air mata tangismu yang bercampur dengan air mata kegembiraan ibu telah menghapus seluruh derita dan luka yang ibu rasakan.

Wahai Anakku! 
Telah berlalu tahun demi tahun dari usiamu, dan dirimu selalu ibu bawa dalam hati ibu. Ibu memandikanmu dengan kedua tangan ibu. Pangkuan ibu sebagai bantalmu. Dada ibu sebagai makananmu. Ibu berjaga semalaman agar engkau bisa tidur. Ibu susuri siang hari dengan keletihan demi kebahagiaanmu. Dambaan ibu tiap hari adalah melihatmu tersenyum. Dan idaman ibu setiap saat adalah engkau meminta sesuatu yang ibu sanggup lakukan untukmu. Itulah puncak kebahagiaan ibu.

Itulah hari-hari dan malam yang ibu lalui sebagai pelayan yang tak pernah menyia-nyiakanmu sedikit pun. Sebagai wanita yang menyusuimu tiada henti, dan sebagai pekerja yang tak pernah putus hingga engkau tumbuh dan menjadi seorang remaja. Dan mulailah nampak tanda-tanda kedewasaanmu. Ketika itu pula, ibu kesana kemari mencarikan calon istri yang kau inginkan. Lalu tibalah saat pernikahanmu. Denyut jantung ibu terasa berhenti dan air mata ibu deras bercucuran karena gembira melihat hidup barumu dan karena sedih berpisah denganmu.

Saat-saat yang begitu berat telah lewat. Namun engkau seolah bukan lagi anak ibu, seperti yang ibu kenal selama ini. Sungguh engkau telah mengabaikan diri ibu dan tidak mempedulikan hak-hak ibu. Hari-hari berlalu dan ibu tidak lagi melihatmu dan tidak pula mendengar suaramu. Engkau masa bodoh kepada ibu yang selama ini menjadi pelayan yang mengurusimu.

Wahai Anakku!
Ibu tidak meminta apa pun selain posisikanlah diri ibu ini seperti kawan-kawanmu yang terdekat denganmu. Jadikanlah ibu sebagai salah satu terminal hidupmu sehari-hari, sehingga ibu dapat melihatmu meskipun sekejap.

Wahai Anakku!
Punggung ibu telah bongkok. Anggota tubuh ibu telah gemetaran. Beragam penyakit telah membuat ibu semakin ringkih. Rasa sakit senantiasa mendera ibu. Ibu sudah susah untuk berdiri maupun duduk, namun hati ibu masih sayang padamu.

Andaikan ada seseorang yang memuliakanmu sehari, tentu engkau akan memuji kebaikannya dan keelokan budinya. Padahal, ibumu ini telah benar-benar berbuat baik kepadamu, namun engkau tak melihatnya dan tak mau membalas kebaikannya. Ibumu telah menjadi pelayanmu dan telah mengurusmu bertahun-tahun. Lantas manakah balas budi dan hak ibu yang harus engkau tunaikan? Sekeras itukah hatimu? Apakah hari-hari sibukmu telah menyita seluruh waktumu?

Wahai Anakku!
Ibu merasakan kebahagiaan dan kegembiraan bertambah saat melihatmu hidup bahagia, karena engkau adalah buah hati ibu. Apa salah ibu sehingga engkau memusuhi ibu, tak suka melihat ibu, dan engkau merasa berat untuk mengunjungi ibu? Apakah ibu pernah berbuat salah padamu atau pelayanan ibu kurang memuaskanmu?

Jadikanlah ibu seperti pelayan-pelayanmu yang engkau beri upah. Curahkanlah setitik kasih sayangmu. Renungkanlah jasa ibu dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah amat menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Wahai Anakku!
Ibu sangat berharap bisa bersua denganmu. Ibu tak ingin apapun selain itu. Biarkanlah ibu melihat muramnya wajahmu dan episode-episode kemarahanmu.

Wahai Anakku!
Sisakan peluang di hatimu untuk berlembut-lembut dengan seorang wanita renta, yang diliputi kerinduan dan dirundung kesedihan ini. Yang menjadikan kedukaan sebagai makanannya dan kesedihan sebagai selimutnya. Engkau cucurkan air matanya. Engkau membuat sedih hatinya dan engkau memutuskan hubungan dengannya.

Ibu tidak mengeluhkan kepedihan dan kesedihan ibu kehadirat-Nya, karena jika ibu adukan perkara ini ke atas awan dan ke pintu gerbang langit sana, ibu khawatir hukuman akan menimpamu, dan musibah akan terjadi dalam rumah tanggamu, lantaran kedurhakaanmu. Karena ibu teringat peringatan junjungan kita Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:


"Maukah kalian aku sampaikan tentang dosa yang terbesar?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengucapkannya tiga kali. Para sahabat menjawab, "Ya, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." (HR. Bukhari).
"Tidak masuk surga orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya." (HR. Ahmad).

"Tiga golongan orang yang tidak akan dilihat (dengan pandangan rahmat) oleh Allah pada hari kiamat; orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, orang yang suka minum minuman keras, orang yang suka mengungkit pemberiannya."   (HR. Nasaai dan dinyatakan shahih oleh Albani).

"Terlaknat orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya." (HR. Hakim dan Thobrani serta dinyatakan shahih oleh Albani dalam Shahih at-Targhib wat-Tarhib, 2/334).

Tidak, ibu tidak menginginkan itu. Engkau tetap menjadi buah hati dan hiasan dunia ibu.

Camkanlah wahai Anakku!

Ketuaan mulai nampak dalam belahan rambutmu. Tahun demi tahun akan berlalu, dan engkau akan menjadi tua renta, sedangkan setiap perbuatan pasti akan dibalas setimpal. Engkau akan menulis surat kepada setiap anak-anakmu dengan cucuran air mata, sebagaimana yang ibu tulis untukmu. Dan di sisi Allah, akan bertemu orang-orang yang berselisih, hai Anakku. Maka bertakwalah engkau kepada Allah terhadap ibumu. Usaplah air matanya dan hiburlah agar kesedihannya sirna.

Robek-robeklah surat ini setelah engkau membacanya. Namun ketahuilah, siapa saja yang beramal shaleh, maka keshalehan itu buat dirinya sendiri, dan siapa yang berbuat jahat, maka balasan buruk bakal menimpanya.

"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat, maka (dosanya) menjadi tanggungannya sendiri. Dan Rabbmu sekali-kali tidaklah menzalimi hamba-hamba-Nya." (QS. Fushshilat: 46).




Bahan rujukan: Qashash Mu'atstsirah fi Birr wa 'Uquqil Walidain (terjemahan) karya Fathurrahman Muhammad Jamil, dan lain-lain.

Tlah Ku Lepaskan



Ikhlas ku lepaskan segala belenggu yg mengekang jiwa mu..
meski ratap hati tak dapat dipungkiri hanya dengan gelak tawa ku,
ku lunakkan hati yg telah membatu agar ku dapati damainya hidup...


betapa seringnya aku menekan luka yg tak kunjung jua terobati...
saat asa ku rasa kan tiba,namun yg terasa ini hanya asa milik ku saja,

ku genggam erat jiwa yg inginkan bebas,

jiwa yg telah lama berdiri sendiri,layaknya pilar yg tak tergoyahkan,
semakin erat ku ikatkan tali kekang ku agar tak lepas dari jangkauan ku,
tapi apa yg terjadi....


semakin sesak menghimpit diri,
semakin gelisah menghantui kalbu 
dan semakin jauh pilar itu berdiri,
enggan untuk menghampiri lama dihati ku.....


Tersadar ku jika yg ku genggam hanyalah debu ilusi 
bukan makna dari sebuah elegi hati yg bersih lagi
Tali kekang ku hanya membuat luka ku semakin menjadi
asa pun menjadi sia belaka...


kini,,,
Tlah ku buka genggaman erat ku,
meski raga ku memaki jiwa ku yg mulai kelelahan,
Hati yg pernah digoreskan kemunafikannya,
kini ku ikhlaskan untuk mengakhiri kebencian yg aku tanam,


Tlah ku lepaskan tali kekang yg membuat jiwa terjerat kejenuhan
Tlah ku lepaskan genggaman erat yg membuat hancur sebuah jiwa ...
Ikhlas ku lepaskan semua 
Teringi sunyi sendiri ku tapaki jiwa ku yg kini  lelah meniti kalbunya,

Tak kan lg ku gantungkan asa dititian jalan ku
Krn Tlah ku lepaskan semua disaat jiwa ini begitu lelah...

Ternyata.....................




Ternyata...
kadang sendiri itu lebih baik dari bersama..
Ternyata...
memahami itu lebih sulit dari mengerti...
Ternyata...
mendapatkan itu lebih mudah dari pada melepaskan..
Ternyata...
kejujuran itu lebih sakit dari pada kebohongan...
Ternyata...
mencintai itu lebih sulit dari pada di cintai...

dan juga Ternyata...
sendiri membuat manuasia tak mengenal siapa dirinya,
karena yang dia lihat hanyalah bayangan wajahnya yg terpancar di muka cermin..

dan juga Ternyata...
memahami itu lebih mudah jika manusia mau melunakkan hatinya
*oh..betapa sulitnyaaaa

dan juga Ternyata...
mendapatkan itu adalah sebuah perjuangan meskipun dalam waktu yg singkat,,
sama hal nya dengan melepaskan,, keduanya memerlukan tenaga dan pikiran ...

dan juga Ternyata...
kujujuran yg sakit adalah obat yg ampuh untuk hati yg pernah sakit,,
sedang kebohongan yg indah tetap saja akan terasa sakit
meski dihadapkan dgn hati yg masih sehat...

dan juga Ternyata...
mencintai itu adalah hal yg mulia,,
meski terasa sulit utk dijalani....


Ternyata..
Semua kejadian ,peristiwa di dunia ini sudah ada ketetapanNya
tidak ada peristiwa yg tidak di sengaja,,,
lakoni saja dgn hati dan niat yg bersih......

Dengarkan Aku


Betapa banyak kau mengeluh dan berkata.."tak punya apa-apa"..
padahal bumi, langit, dan bintang adalah milikmu..burung yang bernyanyi riang,,,
Air disekitarmu memancar berdecak ,
dan matahari yang diatas kepala mu memandang geram penuh amarah..
Cahaya di kaki dan puncak bukit membangun tanah lapang
yang rata di bukit dan sebentar lg rusak...

Dunia ceria kepada mu,,lalu mengapa kau cemberut..??
dan dia tersenyum kenapa kau tidak tersenyum..??
jika kau sedih dengan kemulian yang telah lalu,
tak kan lagi penyesalan mengembalikannya,
Atau kau murung karena ada musibah,
tapi tak mungkin kau mencegah datangnya musibah.
Jika telah kau lewati masa mudamu jangan kau katakan ...
"zaman telah tua"..sebab zaman tak pernah tua..

Lihatlah masih ada gambar-gambar yg mengintip di balik embun
yang seakan bicara karena indahnya..... ^_^

Lihat~Lah



Lihatlah hari ini....
sebab ia adalah kehidupan ,, kehidupan dari kehidupan ...
dalam sekejap dia telah melahirkan berbagai hakikat dari wujud mu..

Nikmat pertumbuhan,
Pekerjaan yang indah..(Alhamdulillah)
Indahnya kemenangan,,

karena hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi..
dan esok hari hanyalah bayangan,

Namun hari ini ketika kita hiidup sempurna,
telah membuat hari kemarin sebagai impian yang indah..
setiap hari esok adalah bayangan yg penuh harapan...

maka, lihatlah hari ini......

kisah pohon apel


Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang
bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga
ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang
daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula,
pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi
bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi
pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,"
pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon
lagi." jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak
punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak
punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau
bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu. " Anak lelaki itu
sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada dipohon dan pergi
dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.
Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya
datang. "Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel. "Aku tak punya
waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku
pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk
membangun rumahmu." kata pohon apel.

Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan
pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki
itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa
kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon
apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku."
Kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin
hidup tenang.Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku
sebuah kapal untuk pesiar?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah ." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu
dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi
datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf,
anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu." Jawab
anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat."
kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." jawab anak lelaki
itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan
padamu.Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini." kata
pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." kata anak lelaki. "Aku hanya
membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama
meninggalkanmu. " "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah
tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di
pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan
tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika
kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita
akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk
membuat kita bahagia. Kamu mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi kadang begitulah cara kita
memperlakukan orang tua kita.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan, teman, sahabat &
saudara. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang
tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh
hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.