Dari segi materi lafalnya, dzikir ada 3 macam
1) Seseorang melafalkan ismu dzat Allah Allah sebanyak-banyaknya
sebagaimana firman Allah dalam surat Hamim Sajadah ayat 30,
“
Sesungguhnya
orang-orang yang berkata : Tuhan kita adalah Allah, kemudian mereka
tekun maka turunlah malaikat pada mereka, dan malaikat itu memberi kabar
: gembiralah kalian dengan apa yang telah dijanjikan pada kalian.”
Dan hadits Nabi diriwayatkan Thabrani dan Baihaqi. Rasulullah bersabda
kepada sayyidina Ali : “Ya Ali, pejamkan kedua matamu, lekatkan
(rapatkan) kedua bibirmu, naikkan lidahmu dan berkatalah (berzikirlah)
Allah Allah.”
Allah berfirman :
Katakanlah, Allah-lah (yang menurunkannya), kemudian (sesudah kamu
menyampaikan al Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main
dalam kesesatannya. (QS. al An’am : 91)
Rasulullah bersabda :
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتىَّ لاَ يُقَالَ فِى اْلاَرْضِ : اَلله ….اَلله
Hari kiamat tidak akan terjadi sampai
di atas bumi ini tidak ada lagi orang yang menyebut Allah,… Allah. (HR.
Muslim, Tirmidzi dan Ahmad)
Seorang yang berzikir lafal Allah Allah mesti disertai dengan ‘
wukuf qalbi’ yakni waktu mengucapkan ismu dzat tersebut di hatinya, seseorang memperhatikan mengalirnya lafal itu dari hati.
Wukuf qalbi adalah
hadirnya Mursyid pada hati seseorang,
sehingga tidak ada yang diingat kecuali lafal Allah Allah itu pada
wajah sang Mursyid. Hal ini andaikata bisa diumpamakan maka keadaannya
Mursyid dan Allah itu seperti air dan teh yang menyatu dan bercampur.
Mana airnya mana tehnya susah dibedakan, keduanya serupa. Tetapi air
tidak akan menjadi teh dan teh pun tidak akan menjadi air. Itulah
perbedaan Tuhan dan hamba.
Hamba dan Tuhan diumpamakan pula sebagai kawat dan listrik. Keduanya
tidak bisa dibedakan. Kawat itu menyerupai listrik dan listrik pun
menyerupai kawat. Akan tetapi kawat tidak akan menjadi listrik dan
listrik pun tidak akan menjadi kawat.
Dzikir yang disertai wukuf qalbi atau hadir mursyid adalah dzikir
yang berada di maqam fana, yang disebut dengan fana pada mursyid yakni
murid meleburkan diri pada ruhani mursyid. Dzikir fana pada mursyid
merupakan pendahuluan fana kepada Allah. Dzikir yang tidak disertai
wukuf qalbi atau dzikir yang tidak disertai mengingat maknanya adalah
dzikir yang lupa. Hal ini serupa dengan jasad tanpa ruh. Dzikir yang
demikian itu tidak mengandung pahala dan khasiat apapun.
Adapun makna lafal Allah Allah ialah antara lain : Allah adalah
maksud tujuanku, Allah adalah yang aku cari, Allah adalah yang aku
cintai, wahai Allah engkaulah yang aku maksud, Allah tidak ada sekutu
bagi-Nya, Allah adalah zat yang ada, Allah adalah zat yang disembah dan
engkau adalah Allah tidak yang lain. Akan tetapi pendapat yang paling
benar menurut guru-guru thareqat Naqsyabandi, penyebutan Allah tidak
disertai dengan rangkaian kata seperti tersebut di atas. Menyebut Allah
cukup melirik nama zat Tuhan tanpa diembel-embeli atau dirangkai, karena
tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Allah. Kalau Allah
diserupakan dengan makhluknya berarti bertentangan dengan pernyataan al
Qur’an.
2)Dzikir nafi dan isbat
Dzikir nafi isbat yaitu dzikir dengan mengucapkan “
Laa Ilaaha Illallah”
(Laa Ilaaha = Nafi, meniadakan Tuhan-Tuhanan lain ; Illallah = Isbat,
menetapkan Allah saja sebagai Tuhan). Jadi makna kalimat tauhid itu
adalah tiada Tuhan selain Allah. Jelasnya ada lima makna dari kalimat
itu antara lain : Pertama, tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah;
Kedua, tidak ada yang dituju kecuali Allah; Ketiga, tidak ada yang
dicari kecuali Allah; Keempat, tidak ada yang wujud di alam ini kecuali
Allah; Kelima, tidak ada yang dicintai kecuali Allah.
Menurut Rasulullah Saw lafal dzikir yang paling utama adalah dzikir Laa Ilaha Illallah sebagaimana sabda beliau,
اَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَناَ وَالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبِلِي لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
“Yang paling utama apa yang saya ucapkan dan yang diucapkan para
nabi sebelum aku adalah Laa Ilaaha Illallah Wahdahuu Laa Syariikalah
(Tiada Tuhan selain Allah dengan Maha Esanya dan tiada sekutu bagi-Nya).”
Dalam hal ini juga Rasulullah bersabda,
“
Siapa yang mengucapkan ‘Laa Ilaaha illallah Wahdahuu Laa Syariikalah Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa Alaa Kulli Syai’in Qadiir’
(tiada Tuhan selain Allah dengan Esa-Nya tiada sekutu bagi-Nya,
bagi-Nya kerajaan dan pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu)
dibaca setiap hari sebanyak seratus kali, maka kebaikannya menandingi
atau sebanding dengan memerdekakan sepuluh budak, dan dicatat untuknya
kebaikan seratus macam, dan seratus macam kejelekannya dihapus. Di
samping itu dia bebas dari godaan syetan pagi harinya sampai sore. Dan
seorang pun tidak bisa mengungguli amalannya kecuali orang yang membaca
kalimat itu lebih banyak darinya.”
Pelaksanaan dzikir Laa Ilaaha Illallah itu harus memakai cara. Adapun
cara yang paling bagus adalah cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah
kepada sayyidina Ali dalam sebuah hadis sebagai berikut:
Sayyidina Ali bertanya. Bagaimana aku berzikir Ya Rasulullah? Maka Rasulullah menjawab. Caranya,
pejamkan
kedua matamu dan dengarkanlah dari aku sebanyak tiga kali, dan
ucapkanlah seperti apa yang aku ucapkan, waktu engkau mengucapkan itu,
aku mendengar, maka Rasulullah mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illallah’
sebanyak tiga kali, dengan kedua mata terpejam. Kemudian sayyidina Ali
mengucapkan seperti apa yang dilakukan oleh Rasulullah.
3)Dzikir dengan lafal nama kekasih Allah
Nama-nama kekasih Allah Swt baik yang berpangkat nabi, rasul dan
berpangkat waliyullah dari kalangan shidiqin, syuhada’ dan shalihin
dapat dibuat untuk berdzikir dalam rangka dzikir kepada Allah Swt.
Karena mereka senantiasa dzikir kepada Allah Swt dalam keadaan apa saja.
Dzikir mereka telah dibalas oleh Allah Swt. Bahkan Allah telah
berdzikir kepada mereka. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman dalam
surat al Baqarah ayat 152
Maka ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian kufur akan nikmat-Ku.
Nama Nabi Muhammad telah diangkat derajatnya sejajar dengan nama
Allah Swt. Di mana tiada orang yang membaca kalimah syahadat atau
kalimah tauhid (Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah) kecuali nama Muhammad
disertakan di sampingnya sehingga menjadi dua kalimah syahadat
(Wa
Asyhaduanna Muhammadan Rasulullah) dalam hal ini di ungkapkan pula oleh
Allah dalam surat ai Insyirah ayat 4,
“
Dan Kami telah tinggikan sebutan namamu.”
Dzikir berbalas ini juga dilakukan oleh Allah Swt terhadap khalifah
Allah dan orang-orang mukmin sebagaimana tertera dalam hadits qudsi :
Dalam beberapa kitab yang memuat kompilasi hadits shahih, Nabi Saw bersabda :
قَالَ الله
ُتَعَالَى: اَناَ عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَاَنَا مَعَهُ اِذَا
ذَكَرَنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَاِنْ
ذَكَرَنِى فِى مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Allah Swt berfirman, Aku ini (bertindak) sesuai dengan prasangka
hamba-Ku padaku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Apabila ia
mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun menyebutnya sendiri. Jika
dia mengingat-Ku di tengah-tengah orang banyak, maka aku akan
menyebutnya di tengah-tengah orang banyak yang lebih mulia dari pada
orang banyak saat ia mengingat-Ku. (HR. al Bukhari dan ahli hadits lainnya).
Orang-orang yang telah mencapai pangkat “didzikirkan Allah” adalah
orang-orang yang dikasihi atau orang-orang yang menjadi kekasih Allah
Swt seperti firman Allah dalam hadits qudsi berikut ini :
اِنَّ اَوْلِيَائِ مِنْ عِبَادِ وَاَحِبَّائِ مِنْ خَلْقِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ بِذِكْرِ وأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Sesungguhnya para Wali-Ku dari golongan hamba-Ku dan para
Kekasih-Ku dari golongan makhluk-Ku adalah orang-orang yang diingat
apabila Aku diingat. Dan Aku diingat apabila mereka diingat. (HR. at Tabrani, al Hakim dan Abu Na’im)
Bapak Prof. DR. Kadirun Yahya menafsirkan tentang hadits di atas
sebagai berikut:
“Sebut nama Wali-Ku / Kekasih-Ku, Aku telah hadir pada
sisinya. Sebut nama Muhammad dalam shalawat, Allah langsung hadir pada
sisinya dan bersama Nabi Muhammad datang kepada kita untuk memberi
pertolongan. Hal ini jelas Kata Allah bahwa: Nama-Ku tak bercerai dengan
nama Muhammad dan nama Wali-Ku / Kekasih-Ku.”
Dari segi keras dan lembutnya: Dzikir Jahr dan Dzikir Khafi
Dzikir terbagi ke dalam dua macam :
Dzikir jahr dan
dzikir khafi.
Masing-masing keduanya mempunyai pijakan dalil dari al Qur’an dan
sunah. Berdzikir dengan lisan bisa dilakukan dengan melafalkan huruf
perhuruf secara lantang (bersuara). Karenanya, dzikir jenis ini tidak
mudah untuk dipraktekkan setiap saat. Sebab pada saat melakukan jual
beli di pasar dan yang sejenisnya sama sekali akan mengganggu seorang
yang sedang berdzikir. Dengan demikian, otomatis lisannya akan berhenti
berdzikir.
Berbeda halnya dengan dzikir hati, yaitu dzikir dengan
mengonsentrasikan diri pada suatu makna
(di dalam hati) yang tidak
tersusun dari rangkaian huruf dan suara. Karenanya, seorang yang sedang
melakukan dzikir jenis ini tidak akan terganggu oleh apapun juga
Berdzikirlah mengingat Allah
dengan hatimu tanpa bersuara. Tanpa diketahui oleh orang lain dan tanpa
ada lafal dan ucapan yang dikeluarkan.
Dzikir jenis ini adalah cara berdzikir yang paling utama.
Jenis dzikir ini banyak diamalkan oleh para tokoh.
Oleh karena itulah, para pembesar thareqat naqsyabandi lebih memilih
dzikir hati. Juga karena hati merupakan tempat pengawasan Allah, tempat
bersemayam iman, tempat bersumbernya rahasia dan tempat bertenggernya
cahaya. Hati yang baik akan mengakibatkan jasad seluruhnya menjadi baik.
Begitu juga hati yang buruk akan berdampak menjadikan jasad menjadi
buruk. Ini seperti yang telah dipaparkan oleh Rasulullah Saw.
Karenanya, seorang hamba tidak dikatakan mukmin, jika hatinya tidak
terpaut pada apa yang harus diimaninya. Begitu juga ibadah yang menjadi
tujuan tidak akan sah jika tidak menyertainya dengan niat (di dalam
hatinya). Para imam sepakat bahwa semua pekerjaan yang dilakukan oleh
anggota tubuh tidak akan diterima kecuali dengan peranan hati. Hati
sendiri dapat berperan (mampu berjalan sendiri) tanpa dituntun oleh
anggota tubuh lainnya. Jika hati sudah tidak berperan lagi, maka
keimanan seseorang tidak akan diterima. Ini disebabkan karena iman
merupakan sikap pembenaran apa yang diimani oleh hatinya dengan tulus.
☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂
Dalil-dalil keutamaan dzikir
Allah berfirman :
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.
(QS. al Mujadilah : 22)
Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa.
(QS. al Hujurat : 3)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu.
(QS. al A’raf : 205)
Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?
(QS. al Mujadilah :
Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut.
(QS. al A’raf : 55)
Hadits al Baihaqi dari Aisyah ra. :
وَعَنْ
عَائِشَةَ رَضِىَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْضُلُ الذِّكْرُ (اى الخفى) عَلَى الذِّكْرِ (اى
الجهر) بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا اِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ رَجَّعَ الله
ُالْخَلاَئِقَ اِلَى حِسَابِهِ وَجَائَتِ الْحَفَضَةُ بِمَا حَفَظُوْهُ
وَكَتَبُوْا: قاَلَ تَعَالَى اُنْظُرُوْا هَلْ بَقِيَ لِعَبْدِى مِنْ
شَيْئٍ؟ فَيَقُوْلُوْنَ مَا تَرَكْنَا شَيْئًا مِمَّا عَلِمْنَاهُ
وَحَفِظْنَاهُ اِلاَّ وَقَدْ اَحْصَيْنَاهُ وَكَتَبْنَاهُ فَيَقُوْلُ الله
تَعاَلَى: اِنَّ لَكَ عِنْدِى حَسَناً وَاِناَّ اَجْزِيْكَ بِهِ وَهُوَ
الذِّكْرُ الْخَفِى
Dari Aisyah ra. beliau berkata bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “
Dzikir
(dengan tidak bersuara) lebih unggul dari pada dzikir (dengan suara)
selisih tujuh puluh kali lipat. Jika tiba saatnya hari kiamat, maka
Allah akan mengembalikan semua perhitungan amal semua makhluk-makhluknya
sesuai amalnya. Para malaikat pencatat amal datang dengan membawa
tulisan-tulisan mereka. Allah berkata pada mereka Lihatlah apakah ada
amalan yang tersisa pada hamba-Ku ini? Para malaikat itu menjawab, kami
tidak meninggalkan sedikit pun amalan yang kami ketahui kecuali kami
mencatat dan menulisnya. Allah lalu berkata lagi (pada hamba-Nya itu),
kamu mempunyai amal kebaikan yang hanya Aku yang mengetahuinya. Aku akan
membalas amal kebaikanmu itu. Kebaikanmu itu berupa dzikir dengan
sembunyi (tak bersuara).” (HR. al Baihaqi)
Abu Awanah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam masing-masing kitab
kumpulan hadits shahih mereka, juga al Baihaqi di sebuah hadits berikut :
خَيْرُ
الذِّكْرِ الْخَفِى وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي وَقَالَ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذِّكْرُ لاَ تَسْمَعُهُ الْحَفْظَةُ يَزِيْدُ عَلَى
الذِّكْرِ تَسْمَعُهُ الْحَفَظَةُ بِسَبْعِيْنَ ضِعْفًا
Sebaik-baik dzikir adalah dzikir dengan samar (khafi) dan sebaik-baiknya rezeki adalah rezeki yang mencukupi, Nabi juga bersabda : “
Dzikir
yang tidak terdengar oleh malaikat pencatat amal (maksudnya dzikir
khafi) mengungguli atas dzikir yang dapat didengar oleh mereka (dzikir
jahri) sebanyak tujuh puluh kali lipat.” (HR. al Baihaqi)
☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂ ☂
Menurut ulama :
Yang mentakhrij hadits tersebut, hadits itu dinilai
sebagai hadits hasan lighairihi. Hadits-hadits lainnya yang berbicara
tentang keutamaan dzikir khafi masih banyak sekali.
Sebagian orang yang telah mencapai tahapan makrifat mengatakan,
“
Berdzikir
dengan hati adalah pedangnya orang-orang yang meniti jalan ruhani.
Dengan dzikir itu, mereka bisa membunuh habis musuh-musuh mereka dan
menjadi tameng dari bahaya-bahaya yang merongrong mereka.” Orang-orang yang telah makrifat ini juga berkata, “
Siapa saja yang diinginkan baik oleh Allah, maka akan dibukakan penutup hatinya dan ditanamkan keyakinan di dalamnya.”
Syaikh Abu Said al Kharraj berkata,
“J
ika Allah ingin menjadikan
seorang hamba sebagai kekasihnya, maka dia akan membukakan pintu
pengingatnya. Jika hamba tersebut sudah merasa kelezatan dalam
mengingatnya, maka dia akan membukakan pintu keakrabannya lalu
diangkatlah hamba itu ke tempat yang serba nikmat dan senang gembira.
Setelah itu dia akan mendudukkan hamba tersebut di atas kursi tauhid.
Kemudian disingkapkan tirai yang menutupinya. Hamba itu lalu dimasukkan
ke suatu ruangan tersendiri. Di sanalah, ia akan bisa melihat kebesaran
dan keagungan-Nya. Ketika pandangannya tertuju pada kebesaran dan
keagungan-Nya, maka dia sudah tidak merasa lagi sebagai makhluk. Karena
saat itu ia telah menjadi masa yang fana. Lalu dia pun selalu berada
dalam lindungan-Nya dan merasa terbebas dari berbagai
pengakuan-pengakuan dirinya.”
Khalid bin Ma’dan berkata,
“
Seorang hamba pasti mempunyai dua mata
di mukanya yang digunakan untuk melihat fenomena dunia. Selain itu, ia
juga memiliki dua mata lagi yang terletak di dalam hatinya yang
digunakan untuk melihat fenomena akhirat. Ketika Allah menginginkan
hamba tersebut menjadi orang yang baik, maka dia akan membukakan kedua
mata hamba itu yang ada di dalam hatinya. Dengan demikian, kedua mata
hatinya itu mampu melihat rahasia-rahasia keghaiban yang dijanjikan
Allah. Lalu ketika Allah menginginkan hambanya, maka Allah tidak
memperdulikan apa yang ada dalam hatinya.”
Ahmad bin Hadrawaih juga berkata,
“
Hati adalah wadah. Jika wadah
itu penuh dengan kebajikan maka cahaya-cahaya kebajikan (yang ada di
dalamnya) akan keluar menyinari anggota-anggota tubuhnya. Jika wadah itu
penuh dengan kebathilan, maka kegelapan yang ada di dalamnya akan
bertambah ketika sampai pada anggota tubuhnya.”
Dzunnun al Mishri berkata,
“
Satu jam dengan hati yang baik lebih
utama dari pada ibadah seluruh manusia dan jin. Jika malaikat saja tidak
masuk rumah yang di dalamnya terpadat gambar atau patung, maka
bagaimana para pembawa kebajikan itu mau masuk pada seseorang yang di
dalam hatinya dipenuhi dengan sesuatu selain Allah?”
Seorang agung yang telah menggapai tahapan makrifat, Abu al Hasan al Syadzili berkata”,
Sebiji atom amalan–amalan hati sama nilainya dengan amalan-amalan lahiriah (anggota tubuh).